Kamis, 23 Januari 2014

Bijak Menggunakan dan Menyimpan Obat Bentuk Sirup






Obat bentuk sirup merupakan salah satu bentuk obat yang familiar di masyarakat seperti halnya tablet, pil, serbuk dan kapsul. Terlebih lagi sirup merupakan jenis obat primadona bagi pasien anak-anak dan balita karena rasanya yang manis dan enak sehingga memudahkan pasien untuk meminum obat. Di pasaran banyak kita temui beragam jenis obat yang dikemas dalam sediaan sirup, semisal sirup obat batuk, sirup obat demam bahkan hingga sirup yang mengandung antibiotik.
Dibanding sediaan farmasi lainnya seperti tablet, kapsul maupun serbuk, sirup memiliki berbagai kelebihan misal merupakan campuran yang homogen sehingga memudahkan dalam pengaturan dosisnya, sirup lebih cepat diabsorbsi (diserap) oleh tubuh sehingga menghasilkan efek terapi yang lebih cepat, sirup dapat ditambahi dengan pemanis maupun bahan pengaroma sehingga meningkatkan kepatuhan pasien untuk menggunakan obat dan sirup merupakan jenis sediaan yang tepat bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan seperti pasien lansia maupun anak-anak.
Sirup berdasarkan bentuknya dikategorikan sebagai obat golongan cair atau likuida. Masyarakat awam sering menganggap bahwa obat cair atau likuida adalah sirup, padahal sediaan likuida sendiri terbagi kedalam tiga golongan besar yaitu Larutan, Suspensi dan Emulsi. Anggapan ini menyebabkan perlakuan masyarakat khususnya dalam penggunaan dan penyimpanan semua bentuk sediaan cair adalah sama padahal terdapat perbedaan antara masing-masing bentuk sediaan cair yang mengakibatkan perlunya perlakuan yang berbeda.
Menurut definisi yang tercantum di Farmakope Indonesia IV tahun 1995 (Farmakope adalah buku standar obat yang dikeluarkan oleh pemerintah RI yang berisi tentang daftar obat beserta sifat fisika kimianya, khasiat serta dosis yang lazim digunakan), sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi. Sementara yang dimaksud dengan larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Dari definisi tersebut diketahui bahwa sirup termasuk bagian dari sediaan likuida yaitu Larutan.

Seringkali timbul pertanyaan dalam diri kita bagaimana cara yang tepat untuk menggunakan dan menyimpan obat bentuk sirup, terlebih lagi jika sediaan sirup yang kita gunakan masih banyak tersisa sedangkan gejala penyakit atau penyakitnya sendiri sudah mereda atau sembuh. Ketika saya menanyakan hal ini kepada beberapa pasien, ada yang menyatakan bahwa obatnya disimpan untuk digunakan lagi, ada yang menyatakan obatnya langsung dibuang meskipun masih ada sisanya, yang lain memilih untuk menyimpan obatnya sampai mendekati masa kadaluwarsa produk obat. Lalu bagaimana sebenarnya yang tepat?
Pembaca yang budiman, sesuai dengan definisi sirup diatas dapat kita ketahui bahwa komposisi terbesar dari sediaan sirup atau larutan ataupun sediaan likuida pada umumnya adalah air. Air pada sediaan likuida berfungsi sebagai pelarut untuk melarutkan bahan obat maupun bahan lain dalam produk obat tersebut. Nah, karena komposisi terbesar adalah air maka obat likuida akan rentan sekali terkontaminasi oleh mikroba atau jasad renik karena air adalah media yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Dalam kata lain, mikroba dapat dengan mudah tumbuh di sediaan likuida seperti sirup ataupun larutan jika kita tidak bijak menggunakan dan menyimpan obat bentuk likuida.
Untuk mengantisipasi tumbuhnya mikroba, sediaan likuida dilengkapi pula dengan zat pengawet atau zat anti bakteri. Misalnya sirup, selain mengandung bahan pengawet tertentu, sirup juga mengandung gula dengan kadar yang tinggi yang berfungsi sebagai pengawet produk. Namun demikian, jika stabilitas produk obat terganggu maka fungsi dari zat pengawet ini akan berkurang sehingga tidak mampu untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Alhasil, mikroba akan tetap mengontaminasi sediaan tersebut. Untuk mencegah hal tersebut ada beberapa tips yang dapat kita lakukan saat kita menerima, menggunakan dan menyimpan sediaan sirup atau sediaan likuida lainnya.
Saat kita membeli atau menerima obat likuida, pastikan kita melakukan hal berikut ini:
  1. Periksa kemasan obat sirup atau larutan yang akan kita terima. Kemasan obat sirup haruslah dalam kondisi tertutup, tidak rusak dan masih tersegel sehingga dapat dipastikan stabilitas produk masih terjaga
  2. Periksa masa kadaluwarsa obat yang tertera dalam kemasan produk obat. Masa kadaluwarsa obat menunjukkan masa stabilitas suatu produk dan merupakan indikasi seberapa lama kita diperbolehkan untuk menggunakan obat tersebut.
  3. Tanyakan kepada apoteker atau petugas farmasi tentang informasi penting lainnya yang terkait penggunaan dan penyimpanan obat sirup. Setiap obat mengandung bahan obat, bahan tambahan dan cara produksi yang berbeda sehingga informasi spesifik terkait obat perlu anda tanyakan kepada apoteker maupun petugas farmasi.
Sebelum menggunakan, anda perlu melakukan hal sebagai berikut agar obat yang anda konsumsi berkhasiat dan manjur mengobati penyakit anda:
  1. Perhatikan tentang cara pakai obat. Selain diminum dengan menggunakan sendok, beberapa sediaan likuida juga diberikan dalam bentuk tetes (drop) khususnya bagi balita. Selain itu ada pula bentuk sediaan sirup kering misalnya antibiotik amoksisilin yang harus dicampur terlebih dahulu dengan air sebelum dikonsumsi. Perhatikan jenis sediaan likuida yang anda terima apakah termasuk larutan yang langsung dapat dikonsumsi dengan sendok takar, diteteskan menggunakan alat penetes ataukah perlu dicampur dengan air terlebih dahulu.
  2. Cermati aturan pakainya. Aturan pakai obat akan berpengaruh pada efektifitas dan keamanan terapi. Sebagai contoh, obat yang diberi aturan pakai sehari tiga kali maka obat tersebut pada dasarnya diminta untuk dikonsumsi tiap 8 jam agar menghasilkan efek terapi yang sesuai sehingga usahakan tiap 8 jam anda mengonsumsi obat ini. Pemakaian obat yang tidak sesuai dengan aturan pakainya dapat menyebabkan overdosis (dosis terlalu tinggi) ataupun underdosis (dosis terlalu rendah) sehingga berbahaya bagi tubuh.
  3. Biasanya obat bentuk likuida disertai dengan keterangan “Kocok dahulu” khususnya bagi sediaan suspensi dan emulsi . Oleh karena itu, sebelum digunakan kocoklah terlebih dahulu agar obat tercampur dengan merata.
  4. Taati takaran pemakaiannya. Takaran pakai obat akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu terapi. Pernah saya melihat pasien yang langsung meminum sirup obat batuk dari wadahnya tanpa menggunakan sendok takar ataupun menggunakan sendok makan yang ada dirumah. Jika aturan pakai obat sirup yang anda terima adalah dalam takaran sendok teh maka berarti anda harus mengonsumsinya sejumlah 5 mL, jika dalam takaran sendok makan maka jumlah yang harus dikonsumsi adalah 15 mL. Sendok makan dirumah bukanlah alat takar yang sesuai untuk hal itu sehingga gunakan alat takar yang ada dalam produk obat atau mintalah apoteker atau petugas farmasi untuk menyertakan alat takar atau sendok takar yang dimaksud.  
  5. Perhatikan lama pemakaian. Obat sirup tertentu misalnya antibiotik harus dikonsumsi sampai tuntas, sedang obat sirup yang membantu meredakan gejala seperti batuk, pilek, panas maupun alergi hanya digunakan secukupnya saja hingga gejala mereda. Untuk itu perlu anda tanyakan kepada dokter atau apoteker tentang lama pemakaian obat sirup tersebut. Pemakaian jangka panjang suatu obat tanpa indikasi penyakit yang jelas dapat menyebabkan timbulnya penyakit baru seperti gangguan liver dan ginjal, oleh karena itu gunakan obat dengan bijak.
Setelah menggunakan obat likuida seperti sirup, maka anda perlu menyimpannya di tempat yang sesuai. Penyimpanan obat yang keliru dapat menyebabkan obat mudah rusak, tidak stabil dan berisiko untuk dikonsumsi sehingga anda harus benar-benar memperhatikan lokasi dan cara penyimpanan obat, sebagai berikut:
  1. Simpanlah obat pada tempat yang bersih, kering, terlindung dari cahaya matahari langsung dan pada suhu ruangan (tidak terlalu panas atau dingin yaitu antara 20-30 0C). Beberapa obat terkadang perlu disimpan dalam suhu yang lebih dingin, misal ditempatkan di dalam kulkas/lemari es, untuk itu tanyakan apoteker tentang cara penyimpanan obat tersebut. Ada baiknya pembaca memiliki tempat khusus untuk penyimpanan obat yang memenuhi persyaratan tempat penyimpanan obat diatas.
  2. Jangan simpan obat dalam freezer karena suhu yang terlampau dingin akan merusak stabilitas obat sehingga obat tidak dapat digunakan lagi.
  3. Jangan simpan obat di tempat yang panas misal di dashboard mobil atau ditempat yang terkena cahaya matahari langsung seperti di jendela kamar karena suhu yang terlampau panas akan dapat merusak stabilitas obat.
  4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Perlu kita ingat bahwa obat dapat berbahaya layaknya racun sehingga jangan sampai obat yang kita simpan terminum oleh anak-anak. Oleh karena itu pilih tempat yang aman, yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak karena biasanya rasa keingintahuan anak-anak terhadap suatu hal dapat menyebabkan mereka tertarik untuk mengonsumsi obat yang kita simpan.
  5. Tutup wadah sirup dengan rapat dan bersihkan bekas sirup yang tercecer dalam kemasan. Dengan menutup wadah sirup rapat-rapat maka dapat meminimalkan kontaminasi mikroba. Selain itu, wadah yang tertutup rapat juga dapat memperlambat proses oksidasi obat. Oksidasi adalah proses terurainya obat yang disebabkan oleh kandungan oksigen di udara, sehingga obat yang tertutup rapat akan memiliki stabilitas yang lebih panjang.
  6. Beberapa obat misal sirup kering yang berisi antibiotik, tidak boleh disimpan lebih dari 7 hari setelah tercampur dengan air. Larutan oralit untuk anak-anak yang biasa tersedia dalam botol besar juga hanya boleh disimpan selama 24 jam. Oleh karena itu, baca petunjuk penyimpanan yang tertera pada kemasaan produk agar lebih aman saat digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar